Selasa, 09 Agustus 2011

RUU PT Banyak Menuai Kritik Dasar

Yogyakarta, CyberNews. Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) yang sekarang sedang dimatangkan di DPR menuai banyak kritik mendasar, di antaranya terkait dengan urgensi dan substansinya.
Kelahiran RUU itu dinilai juga hanya disemangati oleh sikap reaktif (bukan proaktif untuk memperbaiki sistem pendidikan tinggi di Indonesia) atas dibatalkannya UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh MK. Bahkan, RUU itu dinilai cacat filosofis-ideologis, yuridis, dan sosiologis mendasar.
"Secara filosofis-ideologis RUU PT ini terlihat belum mampu mengaktualisasikan ruh filosofi dan ideologi pendidikan Pancasila. Ruh ini seharusnya menjadi acuan nilai, tujuan, dan orientasi pendidikan tinggi yang diharapkan," papar anggota Tim Ahli Pusat Studi Pancasila (PSP) Prof Dr Sudjito SH MSi kepada wartawan di PSP UGM.
Prof Sudjito menuturkan, secara yuridis substansi RUU PT masih menyisakan masalah besar terkait dengan batas-batas substansi yang seharusnya diatur dalam RUU. Para penyusun RUU PT juga terkesan kurang memperhatikan substansi yang seharusnya diatur dengan UU, Peraturan Pemerintah atau cukup dengan Statuta.
Seharusnya suatu UU cukup mengatur hal-hal mendasar yang merupakan penjabaran hak-hak konstitusional warga negara. "Seharusnya ketentuan yang mengatur keunikan dan kekhasan perguruan tinggi sebenarnya cukup diatur dengan statuta, tidak perlu diatur dengan UU. Tumpang tindih hal-hal yang dimuat dalam RUU ini merupakan kelemahan mendasar yang perlu segera diperbaiki," katanya.
Tambah Masalah
Adapun secara sosiologis, dia melihat RUU PT itu menyimpan potensi besar untuk ditolak oleh masyarakat Indonesia. Hal itu terindikasi dari menguatnya kepentingan kelompok tertentu dan belum berakomodasinya kepentingan kelompok mayoritas masyarakat Indonesia. Jika ini diteruskan, katanya, diperkirakan akan semakin menambah daftar masalah hukum dan pendidikan di Indonesia.
Di tempat sama, Ketua Tim Ahli PSP UGM, Prof Dr Sutaryo SpA(K) menambahkan, dengan melihat ruh dari RUU PT itu sebenarnya sama dengan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) maka diharapkan ada kajian ulang terhadap substansi RUU tersebut. Jangan sampai RUU PT hanya sebagai ''ganti baju'' dari UU BHP.
Dalam pandangannya, keberadaan RUU PT saat ini banyak ditolak oleh PTS maupun PTN di Indonesia mengingat roh dan substansinya yang belum mampu mengaktualisasikan filosofi dan ideologi pendidikan Pancasila. Dengan demikian, tidak menjadikan masalah jika kemudian RUU PT itu apabila terpaksa disahkan kemudian dilakukan 'judicial review'.
"Tidak masalah ditolak meskipun pembahasannya telah menghabiskan banyak anggaran. Sebab ada yang lebih penting lagi dibandingkan besarnya anggaran yang telah dikeluarkan, yaitu masa depan pendidikan Indonesia,'' tambahnya.

( Bambang Unjianto / CN26 / JBSM )

Tidak ada komentar: